Tahun Baru Islam bukan sekadar pergantian kalender hijriyah, melainkan momentum spiritual untuk merenungi hidup, memperbaiki diri, dan melangkah lebih sadar. Dalam tausiyahnya, Ustadz Kiki F. Wijaya mengajak umat Muslim menyambut tahun baru dengan kebahagiaan yang mendalam bukan sekadar luapan emosi, tapi kebahagiaan yang lahir dari fondasi iman, kesadaran, dan kepedulian.
💡 Tiga Pilar Bahagia dalam Hidup Seorang Muslim:
1. Kesyukuran
Bahagia berawal dari syukur. Ustadz Kiki menekankan bahwa syukur bukan sekadar ucapan “alhamdulillah”, tapi cara pandang dan kondisi hati yang melihat setiap nikmat besar atau kecil sebagai bentuk cinta Allah. Orang yang bersyukur tidak akan mengeluh. Ia akan melihat cahaya bahkan di tengah gelapnya ujian. Syukur bukan berarti pasrah. Justru, dengan syukur, seseorang menjadi lebih tenang dan siap melangkah ke depan. Syukur menjernihkan pikiran dan menenangkan hati.
2. Penghayatan (Makna Hidup)
Umat Muslim didorong untuk tidak menjalani hidup secara otomatis, tapi penuh penghayatan. Dalam setiap pekerjaan, ibadah, bahkan aktivitas kecil harus ada makna. Kalau bekerja hanya untuk gaji, kita akan lelah. Tapi kalau bekerja karena merasa sedang menunaikan amanah Allah, maka itu jadi ibadah. Makna memberi tenaga. Hidup yang punya arti membuat seseorang bertahan, bahkan dalam kondisi sulit.
3. Empati
Kebahagiaan sejati lahir bukan hanya dari menerima, tapi dari memberi dan peduli. Empati adalah jembatan dari hati yang bahagia kepada sesama. “Kalau kita hidup enak tapi tetangga susah, kita belum benar-benar bahagia,” katanya. Beliau juga menyebut bahwa hidup harus terus terhubung secara sosial dan spiritual dengan sesama manusia dan tentu dengan Allah. Ketersambungan ini membuat hidup lebih utuh dan seimbang.
🧠 Mentalitas: Jangan Punya Mental Miskin
Dalam sesi tanya-jawab, Pak Edi bertanya bagaimana jika menghadapi dari orang terdekat (misal istri) misalkan istri marah karena rezeki suami dirasa kurang cukup, yang dijawab Ustadz Kiki dengan doa:
“Doa Rasulullah ﷺ: ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kefakiran.’”
Mental miskin bukan soal kekurangan harta, tapi cara pikir yang selalu merasa kurang, mengeluh, dan menyalahkan keadaan. Sebaliknya, mental kaya dimulai dari rasa cukup, mau belajar, mau berbagi, dan bangkit dari keterbatasan.
⸻
📍Konteks Sosial: Kalibawang dan Misi BDS
Diceritakan bahwa di sebuah desa di Kalibawang Kulonprogo dari awalnya 60 KK Muslim, sekarang hanya tersisa 5 KK muslim, banyak yang pindah keyakinan karena hidup dalam kondisi pra sejahtera. Ini menjadi alarm bahwa kemiskinan bukan hanya tantangan ekonomi, tapi juga tantangan dakwah dan ketahanan umat.
Ustadz Kiki mendorong agar spirit lembaga seperti Bank Syariah BDS adalah:
“Mengentaskan kemiskinan, bukan menambah beban.”
Artinya, setiap nasabah harus dibina agar naik kelas, tidak terjebak dalam siklus utang dan kekurangan bahkan kemiskinan.
⸻
📌 Cara Bahagia yang Sederhana:
1. Syukuri apa yang ada berhenti membandingkan hidup.
2. Temukan makna dalam aktivitas sehari hari niatkan ibadah.
3. Sambungkan hidup dengan Allah dan sesama jangan hidup sendiri.
4. Tolak mental miskin ubah cara pikir, bukan sekadar dompet.
5. Perpanjang umur amal, bukan hanya umur biologis hidup yang penuh manfaat.
⸻
✨ Penutup:
Tahun baru hijriyah adalah momen hijrah berpindah dari keluh kesah menuju syukur, dari mental miskin menuju jiwa yang penuh harapan, dari kesendirian menuju keterhubungan. Semoga kita semua menjadi hamba yang panjang umur amalnya, kaya makna hidupnya, dan berbahagia bukan karena dunia, tapi karena Allah ridha pada kita.